Dengan menggunakan Audio Player anda dapat mendengarkan acara yang terdapat pada playlist diatas.
Beberapa waktu lalu saya melewati sebuah sekolah dan melihat sebuah iklan di majalah dinding sekolah, "Setiap tahun 4 juta manusia Indonesia jadi korban sia-sia dari narkoba. Kamu jangan jadi kroban berikutnya". Lantas dibawahnya ada gambar, seorang pemuda berpakaian SMA seakan-akan lagi fly sambil mengkonsumsi narkoba. Sebuah iklan layanan sosial yang menarik. Tapi, efektifkah?.
Robert Cialdini, salah seorang ahli persuasi terkemuka bersama rekan-rekannya pernah melakukan sebuah studi yang menarik. Studinya dilakukan di sebuah taman nasional yakni Petrified Forest National Park. Problemnya, di taman nasional ini, para turis sering iseng dan mengambil potongan kayu tua yang ada disana sebagai ‘souvenir’ sehingga kayu-kayupun banyak yang rusak. Akibatnya, oleh pengawas dipasanglah papan semacam ini, "Setiap tahun, ratusan pengunjung mengambil kayu dari Taman Nasional ini sehingga merusak keasrian alamnya". Apakah hal ini mengurangi niat pengunjung untuk mengambil kayu? Ternyata, angka para ‘pengutil’ kayu bukannya menurun.
Lantas, Robert Cialdini bersama rekannya mulai melakukan suatu eksperimen menarik. Di beberapa bagaian dari Taman Nasional itu dibuatlah 3 jenis iklan. Iklan pertama, adalah tulisan "Setiap tahun ratusan pengunjung mengambil kayu dari Taman Nasional ini", diikuti dengan foto orang yang terpotret sedang mengambil kayu. Lantas, iklan kedua adalah tulisan "Setiap tahun ratusan pengunjung mengambil kayu dari Taman Nasional ini", tetapi diikuti dengan gambar orang mengambil kayu yang dilingkari garis merah menyala, tanpa larangan. Lantas, yang ketiga adalah bagian dimana tidak ada tanda sama sekali. Hasilnya? Di tempat yang tidak ada tandanya, tetap terjadi pengutilan kayu (2,92%). Tetapi, di tempat dimana ada iklan pertama yang menggambarkan orang yang mengambil kayu tanpa tanda larangan, justru terjadi peningkatan pencurian kayu sebanyak 7,92 persen! Sementara itu, di tempat dimana iklan yang kedua dengan gambar dan tanda larangan merah ditampilkan, justru terjadi penurunan hingga 1,67%. Jadi apa kesimpulannya?.
Eksperimen Robert Cialdni di atas sebenarnya memberikan pembelajaran yang penting bagi kita. Tidak semua iklan sosial itu efektif, bahkan kalau tidak direncanakan baik-baik, justru akan memperburuk keadaan. Alih-alih menurunkan kriminalitas, mencegah narkoba ataupun menurunkan tingkat korupsi, justru malah semakin meningkatkannya! Dan ini pula yang menjelaskan, mengapa banyak iklan layanan yang gagal.
Fokuskan Pesannya, bukan Faktanya
Hasil riset di atas menjelaskan suatu fenomena psikologi dan motivasi manusia yang menarik. Orang punya kecenderungan untuk mengikuti orang yang lain. Apapaun perilakunya, tidak peduli apakah itu positif ataupun negatif, orang punya kecenderungan mengikuti. Karena itulah, tidak mengherankan jika berbagai survei menunjukkan banyaknya berita kriminalitas, berita tentang perceraian, bukannya membuat angka kriminalitas menurun ataupun angka perceraian menurun, tetapi justru angkanya makin meningkat.
Kita paham, bahwa berbagai fakta dan informasi tersebut disampaikan dengan tujuan untuk memberikan fakta agar orang menjadi kapok dan tidak melakukan, ataupun berusaha menghindarinya. Tetapi, alih-alih mengalihkan, berbagai iklan itu ternyata justru semakin menguatkan pesan di benak orang yang membacanya, bahkan mendorong orang untuk melakukannya.
Jadi Apa Pembelajarannya ?
Belajarlah dari iklan kedua yang ternyata berdampak lebih baik, dalam penelitian Robert Cialdini di atas, Anda bisa belajar. Pertama, kalau ingin membuat orang melakukan sesuatu, fokuskanlah pada apa perilaku dan apa yang Anda inginkan. Dalam contoh iklan kedua di atas, jelas-jelas diungkapkan melalui gambar bahwa mengambil pohon di Taman Nasional adalah dilarang, makanya gambarnya kemudian dicoret dengan garis merah tebal. Bahkan, menurut Robert Cialdini di akhir kesimpulannya, akan lebih baik lagi kalau kita bia menggambarkan apa yang seharusnya dilakukan dengan jelas. Dengan demikian, orang betul menangkap pesan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang sebaiknya dihindari.
Kedua, hati-hatilah dengan fakta yang kita tampilkan. Ketika kita mengatakan bahwa "4 juta orang Indonesia terjebak narkoba" lantas membiarkan orang menyimpulkan sendiri apa kelanjutannya, adalah berbahaya. Intinya, membiarkan ataupun berharap fakta itu akan berbicara dengan sedirinya, adalah suatu langkah yangtidak bijak dalam sebuah iklan. Belajar dari eksperimen di atas, maka setelah menyampaikan faktanya, haruslah kita sampaikan apa akibatnya serta apa yang kita harapkan. Tambahan informasi ini menjadi begitu penting, untuk membentuk perilaku orang yang diinginkan. Jadi, jangan harap informasi ini akan berbicara dengan sendiri. Jangan-jangan justru efek sebaliknyalah yang terjadi.
Bagaimana Aplikasinya ?
Sederhana! Hasil penelitian dan riset psikologis ini bisa diterapkan di kantor, bahkan juga di rumah. Misalkan saja ketika memberitahukan angka keterlambatan yang semakin meningkat, jangan hanya menunjukkan angkanya tetapi fokuskan pada pesannya apa yang diharapkan serta apa yang tidak boleh. Tunjukkan ata gambarkan secara jelas. Atau, kalau perlu tunjukkan angka yang sebaliknya, yang tidak terlambat dan kalau perlu berikan penghargaan. Dan hal yang sama juga bisa kita terapkan dalam keluarga kita ataupun di sekolah, kepada anak dan siswa misalnya. Mulai sekarang sebagai orang tua atau guru, jangan hanya beberkan fakta dan berharap siswa kita akan mengerti. Iklan dan penyuluhan kita haruslah jelas. Selain menampilkan fakta dan informasi, apakah yang kita harapkan ataupun tidak kita harapkan. Perjelaslah pesan tersebut!
Sumber :
Anthony Dio Martin
Managing Director HR Excellency, Best EQ Trainer Indonesia, Host Program Radio SmartEmotion di SmartFM, ahli Psikologi, penulis buku-buku best seller, pembicara motivasional yang bisa diakses melalui
website : www.anthonydiomartin.com
email : info@hrexcellency.com
Facebook : www.anthonydiomartin.com/go/facebook
twitter : @anthony_dmartin